Kesaksian Jenazah Yang Tidak Baik

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa prosesi kesaksian janazah memiliki dasar dalam sebuah hadis (riwayat al-Bukhari maupun Ahmad). Namun bagaimana jika kita mengetahui bahwa si mayit selama hidupnya tidak pernah salat, bermusuhan dengan banyak warga dan sebagainya. Apakah kita akan mengatakan ‘baik’? Jika sudah tahu tidak baik apakah disebut saksi dusta? Jamaah Masjid al-Marsuah, Tambak sari Surabaya

Jawaban:

Mendoakan mayit dan memberi kesaksian hukumnya adalah sunah, sebagaimana dikutip oleh Imam an-Nawawi dan dikuatkan (ditarjih) oleh Imam Ibnu Hajar dan Imam Ramli:

قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ قَالَ الْبَنْدَنِيجِيُّ يُسْتَحَبُّ لِمَنْ مَرَّتْ بِهِ جِنَازَةٌ أَنْ يَدْعُوَ لَهَا وَيُثْنِيَ عَلَيْهَا إذَا كَانَتْ أَهْلًا لِذَلِكَ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج - ج 11 / ص 42)


“(An-Nawawi) berkata bahwa al-Bandaniji berkata: Dianjurkan bagi seseorang yang berjumpa dengan janazah untuk mendoakannya dan memujinya dengan kebaikan, jika memang ia orang yang baik”

Lihat : Tuhfat al-Muhtaj 11/42, Ibnu Hajar al-Haitami,

Sementara jika si mayit bukan orang baik sebagaimana disebut dalam pertanyaan, maka menurut pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Ali Syibramalisi adalah tidak menyebut apa-apa atau diam. Berikut pernyataan selengkapnya:

( قَوْلُهُ : إنْ كَانَتْ أَهْلًا لِذَلِكَ ) أَيْ فَإِذَا كَانَتْ غَيْرَ أَهْلٍ فَهَلْ يَذْكُرُهَا بِمَا هِيَ أَهْلٌ لَهُ أَوْ لَا يَذْكُرُ شَيْئًا نَظَرًا إلَى أَنَّ السَّتْرَ مَطْلُوبٌ ، أَوْ يُبَاحُ لَهُ أَنْ يُثْنِيَ عَلَيْهَا شَرًّا كَمَا هُوَ مُقْتَضَى الْحَدِيثِ { مُرَّ بِجِنَازَةٍ فَأُثْنِيَ عَلَيْهَا خَيْرًا فَقَالَ وَجَبَتْ ، وَمُرَّ بِجِنَازَةٍ فَأُثْنِيَ عَلَيْهِ شَرًّا فَقَالَ وَجَبَتْ } وَلَمْ يَنْهَهُمْ عَنْ ذَلِكَ ؟ فِيهِ نَظَرٌ ، وَالْأَقْرَبُ الثَّانِي أَخْذًا مِمَّا يَأْتِي مِنْ أَنَّ الْغَاسِلَ لَوْ رَأَى مَا يَكْرَهُ مِنْ الْمَيِّتِ يَكْتُمُه (نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج – ج 8 / ص 140)
 

“Jika jenazah bukan orang baik, apakah (1) ia menyebut keadaannya yang sebenarnya (orang yang tidak baik), ataukah (2) tidak menyebut apa-apa dengan pertimbangan bahwa menutupi aib mayit adalah dianjurkan, atau (3) boleh menyebut keburukannya sebagaimana yang terdapat dalam hadis: “Rasulullah berjumpa dengan jenazah kemudian ia dipuji dengan kebaikan, lalu Nabi bersabda: “Wajib (surga).” Dan beliau juga berjumpa dengan jenazah kemudian ia dipuji keburukannya, maka Nabi bersabda: “Wajib (Neraka)” (HR al-Bukhari), padahal Rasulullah tidak mencegahnya? Masalah ini perlu dikaji dan yang paling kuat adalah yang kedua (No 2, tidak menyebut apa-apa), berdasarkan penjelasan bahwa orang yang memandikan jenazah jika melihat keburukan dari mayit, hendaknya ia menyembunyikannya”
Lihat : Hasyiah Nihayat al-Muhtaj 8/140

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Kesaksian Jenazah Yang Tidak Baik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel