Menggugat Cerai Suami
Jumat, Maret 07, 2014
Tulis Komentar
Tanya :
Seorang Istri 2 tahun lebih ditinggal suaminya mengais rejeki dirantau orang, meski nafkah lahir tercukupi lantaran suaminya aktif mengirim uang belanja namun nafkah batin jelas membuatnya tersiksa hingga akhirnya dia putuskan untuk mengakhiri BAHTERA RUMAH TANGGANYA dg menggugat cerai sang suami di pengadilan agama dengan alasan tiada tercukupi nafkah batinnya.
Dibenarkankah tindakan ISTRI ini menurut agama ?
Jawab :
@ Menurut Madzhab Safiiyyaih : Fasakh (merusak akad nikah) dan thalaq yang diajukan istri dan dijatuhkan oleh qadli (pengadilan agama) dengan alasan seperti di atas tidak dibenarkan kecuali bagi seorang istri yang sama sekali belum pernah mendapat nafkah batin maka menurut qaul mukharraj qadli boleh menjatuhkan thalak.
@ Menurut Madzhab Hanafiyyah : fasakh nikah boleh dilakukan oleh hakim bila suami belum pernah memberikan nafkah batin sama sekali dan sudah ditunggu satu tahun. Sedangkan bila sudah terjadi hubungan badan satu kali dan setelah itu belum ada pengulangan hubungan badan kedua kalinya dan seterusnya maka menurut sebagian ashab (ulama banyak yg berada dimadzhab ini) tidak diperbolehkan fasakh. Sedang menurut sebagian ashab yang lain diperbolehkan.
@ Menurut Madzhab Malikiyah : istri yang ditinggalkan suami boleh meminta cerai kepada hakim ketika dlarar (terjadi penderitaan) dan kepergiannya mencapai satu tahun atau lebih menurut pendapat mu’tamad baik ada udzur (kepentingan) seperti untuk mencari ilmu, berdagang maupun tidak. Apabila lokasi keberadaan suami tidak diketahui maka qadli boleh langsung mencerai seketika. Sedang bila diketahui, qadli memberi toleransi waktu sesuai ijtihadnya dan cerai yang dilakukan termasuk thalak ba’in.
@ Menurut pendapat azhhar (yg lebih dzohir) dari Madzhab Hanabilah, qadli boleh memfasakh nikah seketika setelah ada permintaan istri ketika kepergian suami mencapai enam bulan atau lebih dan tanpa udzur seperti sakit dan lain sebagainya.
REFERENSI : (Raudlatut Thaalibin ma’a Tahqiiqiha 5/527-528, Al-Fiqh ‘alal Madzaahibil Arba’ah 4/241, Al-Fiqhul Islaamy 9/500, As-Syarwany 7/183, Bughyatul Mustarsyidiin 242-243, Raddul Mukhatar 3/202, Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 19/62-63)
Sumber :
https://www.facebook.com/MasajiAntoro/posts/148003105244675
Seorang Istri 2 tahun lebih ditinggal suaminya mengais rejeki dirantau orang, meski nafkah lahir tercukupi lantaran suaminya aktif mengirim uang belanja namun nafkah batin jelas membuatnya tersiksa hingga akhirnya dia putuskan untuk mengakhiri BAHTERA RUMAH TANGGANYA dg menggugat cerai sang suami di pengadilan agama dengan alasan tiada tercukupi nafkah batinnya.
Dibenarkankah tindakan ISTRI ini menurut agama ?
Jawab :
@ Menurut Madzhab Safiiyyaih : Fasakh (merusak akad nikah) dan thalaq yang diajukan istri dan dijatuhkan oleh qadli (pengadilan agama) dengan alasan seperti di atas tidak dibenarkan kecuali bagi seorang istri yang sama sekali belum pernah mendapat nafkah batin maka menurut qaul mukharraj qadli boleh menjatuhkan thalak.
@ Menurut Madzhab Hanafiyyah : fasakh nikah boleh dilakukan oleh hakim bila suami belum pernah memberikan nafkah batin sama sekali dan sudah ditunggu satu tahun. Sedangkan bila sudah terjadi hubungan badan satu kali dan setelah itu belum ada pengulangan hubungan badan kedua kalinya dan seterusnya maka menurut sebagian ashab (ulama banyak yg berada dimadzhab ini) tidak diperbolehkan fasakh. Sedang menurut sebagian ashab yang lain diperbolehkan.
@ Menurut Madzhab Malikiyah : istri yang ditinggalkan suami boleh meminta cerai kepada hakim ketika dlarar (terjadi penderitaan) dan kepergiannya mencapai satu tahun atau lebih menurut pendapat mu’tamad baik ada udzur (kepentingan) seperti untuk mencari ilmu, berdagang maupun tidak. Apabila lokasi keberadaan suami tidak diketahui maka qadli boleh langsung mencerai seketika. Sedang bila diketahui, qadli memberi toleransi waktu sesuai ijtihadnya dan cerai yang dilakukan termasuk thalak ba’in.
@ Menurut pendapat azhhar (yg lebih dzohir) dari Madzhab Hanabilah, qadli boleh memfasakh nikah seketika setelah ada permintaan istri ketika kepergian suami mencapai enam bulan atau lebih dan tanpa udzur seperti sakit dan lain sebagainya.
REFERENSI : (Raudlatut Thaalibin ma’a Tahqiiqiha 5/527-528, Al-Fiqh ‘alal Madzaahibil Arba’ah 4/241, Al-Fiqhul Islaamy 9/500, As-Syarwany 7/183, Bughyatul Mustarsyidiin 242-243, Raddul Mukhatar 3/202, Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 19/62-63)
Sumber :
https://www.facebook.com/MasajiAntoro/posts/148003105244675
Belum ada Komentar untuk "Menggugat Cerai Suami"
Posting Komentar