Kisah Mimpi Seorang Raja Yaman

Kisah Mimpi Seorang Raja Yaman Sebelum Rasulullah SAW Dilahirkan Tentang Kedatangan dan Keagungan Rasulullah SAW


Rabi’ah bin Nashr adalah salah seorang raja dari sekian raja-raja di Yaman yang hidup dan berkuasa berpuluh-puluh tahun sebelum Rasulullah SAW dilahirkan. Suatu ketika ia bermimpi sesuatu yang membuatnya panik dan takut. Maka ia pun mengumpulkan tukang ramal, dukun, aif (orang yang meramal dengan melepas burung, dengan nama, kicauan dan tempat melintasnya), ahli nujum dan seluruh rakyatnya. Mereka berkata, “Ceritakanlah mimpi itu, kami akan mengabarkan takwilnya (artinya mimpi)!” Ia berkata, “Sekiranya mimpi itu kuceritakan, aku belum merasa yakin akan kebenaran takwil kalian. Sebab yang mengetahui takwil mimpiku ini hanyalah mereka yang dapat mengabarkan kepadaku mimpi itu sebelum kuceritakan kepadanya.”

Maka salah seorang dari mereka berbicara, “Jika itu kehendak sang raja, maka bawalah kepadanya Sathih dan Syiqq, sebab tidak ada yang lebih pintar dari keduanya. Mereka berdua pasti bisa memecahkan rahasia takwil itu.” Maka diutuslah orang untuk menemui keduanya. Ternyata Sathih datang terlebih dahulu sebelum Syiqq. Kemudian sang raja mengutarakan maksudnya dan meminta agar Sathih menyebutkan mimpinya. Maka Sathih berkata, “Wahai raja, sesungguhnya engkau telah melihat dalam mimpimu sebuah bara api yang melesat keluar dari kegelapan lalu jatuh di dataran rendah, kemudian dimakan oleh setiap yang bernyawa.” Sang raja kemudian berkata, “Benar apa yang engkau katakan tadi wahai Sathih, lalu bagaimanakah takwilnya?”

Sathih menjawab, “Aku bersumpah demi ular yang berada diantara dua lubang, orang-orang Habasyah (Ethiopia) akan menyerbu negeri kalian (Yaman) dan akan menguasai daerah kalian mulai dari Abyan sampai Jurasy.” Raja bertanya, ”Ayahmu menjadi tebusannya wahai Sathih, berita itu sungguh pahit bagiku. Kapankah itu terjadi? Apakah saat aku berkuasa sekarang ini atau sesudahnya?” Sathih menjawab, ”Akan terjadi setelahmu, sekitar 60 atau 70 tahun sesudah kekuasaanmu.” Raja bertanya, “Apakah kekuasaan bangsa Habasyah itu akan berlangsung lama?” Sathih menjawab, ”Kekuasaan mereka akan berakhir setelah 70 tahun berkuasa, kemudian mereka akan diusir dan dibunuh oleh seorang lelaki Yaman dari kota Aden bernama Iram bin Dzi Yazan.” Raja bertanya lagi, “Apakah kekuasaan Iram ini akan berakhir?” Sathih menjawab, “Kekuasaannya sama akan berakhir.” Raja bertanya lagi, “Siapakah yang menyudahinya?”

Sathih menjawab, “Seorang nabi yang bijaksana, yang mendapat wahyu dari Tuhan Yang Maha Tinggi, dia bernama Muhammad atau Ahmad, seorang mulia dari keturunan Ghalib bin Fihir bin Nadhor. Kekuasaannya tidak hanya meliputi negeri Yaman, tapi semua alam semesta. Kekuasaannya akan berada dalam genggamannya sampai akhir masa.” Raja bertanya lagi, “Apakah masa akan berakhir?” Sathih menjawab, “Benar, hari dikumpulkannya semua manusia dari yang awal sampai yang akhir, siapa yang berbuat baik maka berbahagia, dan siapa yang berbuat jahat maka akan celaka.” Raja bertanya lagi, “Benarkah apa yang kamu katakan itu?” Sathih menjawab, “Tentu saja benar, demi cahaya fajar dan demi lembayung senja, demi waktu Shubuh ketika merekah, sungguh yang kukatakan ini adalah benar.”

Kemudian datanglah Syiqq, sang raja kemudian berkata kepadanya seperti yang dikatakan kepada Sathih. Syiqq kemudian berkata, “Wahai raja, sesungguhnya engkau telah melihat dalam mimpimu sebuah bara api yang melesat keluar dari kegelapan lalu jatuh antara Raudhah dan Akamah, kemudian dimakan oleh setiap yang bernyawa.” Perbedaan antara keduanya adalah, jika Sathih berkata, “lalu jatuh di dataran rendah”, maka Syiqq berkata, “lalu jatuh antara Raudhah dan Akamah.” Sang raja kemudian berkata, “Benar apa yang engkau katakan tadi wahai Syiqq, lalu bagaimanakah takwilnya?”

Syiqq berkata, “Demi manusia yang berada diantara dua lubang, bangsa Sudan akan menyerbu negeri kalian (Yaman) dan akan menguasai daerah kalian mulai dari Abyan sampai Najran.” Raja bertanya, ”Ayahmu menjadi tebusannya wahai Syiqq, berita itu sungguh pahit bagiku. Kapankah itu terjadi? Apakah saat aku berkuasa sekarang ini?” Syiqq menjawab, ”Akan terjadi setelahmu, kemudian mereka (bangsa Sudan) akan dikalahkan oleh seorang lelaki Yaman dari keturunan Dzi Yazan.” Raja bertanya lagi, “Apakah kekuasaan orang itu akan berakhir?”

Syiqq menjawab, “Kekuasaannya akan diakhiri oleh seorang nabi yang diutus untuk seluruh alam, yang datang dengan membawa kebenaran dan keadilan bersama orang-orang yang ta’at dan memiliki keutamaan. Orang itu bernama Muhammad atau Ahmad keturunan Ghalib bin Fihir bin Nadhor. Kekuasaan ini akan tetap berada di tangannya hingga Hari Keputusan datang.” Raja bertanya, “Apakah Hari Keputusan itu?” Syiqq menjawab, “Hari diadilinya para raja dan seluruh manusia, hari dikumandangkannya seruan-seruan dari langit, yang akan didengar oleh setiap makhluk yang masih hidup dan yang mati. Manusia-manusia akan dikumpulkan pada suatu tempat, pada saat itu yang benar-benar bertakwa akan berbahagia dan mendapatkan kebaikan.”

Raja bertanya, “Benarkah apa yang engkau katakan itu wahai Syiqq?” Syiqq menjawab, “Benar, demi Rann pencipta langit dan bumi serta apa-apa yang ada diantara keduanya yang tinggi maupun yang rendah, apa yang aku katakan ini adalah benar tanpaada sedikitpun keraguan padanya.” Apa yang dikatakan oleh Sathih dan Syiqq itu benar-benar diyakini sepenuhnya oleh Raja Rabi’ah bin Nashr. Ia pun menyiapkan secukupnya perbekalan rumah tangga dan keluarganya untuk berangkat ke negeri Iraq. Ia menulis pesan kepada salah seorang raja di Persia (kala itu negeri Iraq masuk dalam kekuasaan Persia) bernama Sabur bin Khurzad agar sudi menerimanya. Raja Persia itupun menyilahkan mereka untuk tinggal di kawasan Herat.


Pustaka : Tahdzib Sirah Nabawiyyah Ibnu Hisyam, hal 12-15, Syaikh Abdussalam Harun

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Kisah Mimpi Seorang Raja Yaman"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel